
Cantik,
pintar, rajin beribadah. Itulah gambaran pas untuk Oki Setiana Dewi. Sejak
kecil cita-citanya memang menjadi artis. Setiap akhir pekan ia menebar berpuluh-puluh
curriculum vitae ke berbagai agency, ikut casting sana-sini, dan tak segan berperan sebagai figuran yang
hanya terlihat bagian kaki atau punggung saja. Semua ia
lakoni demi obsesi menjadi artis.
Usaha tak kenal lelah itu kemudian berbuah manis. Tawaran
berakting silih berganti. Namun, saat bakat aktingnya mulai dilirik para sutradara,
justru kala itu juga ia seakan membuang kesempatan emas mewujudkan obsesinya.
Mimpi menjadi artis perlahan menjauh seiring keputusan Oki mengenakan jilbab.
Menginjak usia 15 tahun, Oki yang merantau dari Batam ke
Jakarta seorang diri memutuskan menjalankan perintah agama yaitu memakai
jilbab. Menutup aurat dilakukan mahasiswi Sastra Belanda Fakultas Ilmu Budaya
(FIB) Universitas Indonesia ini demi menjadi anak salehah yang doanya didengar
Allah SWT.
Oki yang terpukul berat saat mengetahui Ibunya menderita
penyakit langka, tak henti-hentinya berdoa demi kesembuhan sang Ibu.
“Bismillah..
aku berjilbab ! Semoga dengan jilbab ini aku bisa menjadi anak salehah,
dan doaku didengar oleh-Mu untuk memberi kesembuhan pada ia yang paling
kucintai.. ”
Itulah niat yang mengawali lembaran baru dalam hidupnya.
Bukan hal mudah dalam menjalankan kepputusan besar itu.
Godaan dari dalam diri maupun dari luar terus berdatangan. Oki kerap masih
tergiur baju-baju modis yang memperlihatkan lekuk tubuh. Sedangkan godaan dari luar, seabrek
tawaran peran utama yang telah lama ia nantikan, sontak berdatangan. Tapi
syaratnya, dara kelahiran 13 Januari 1989 ini harus menanggalkan jilbabnya.
Dengan tegas ia menolak!
Lantas,
apa tanggapan mereka terhadap penolakannya?
“Kamu
ini belum terkenal saja sudah sombong sekali. Begitu banyak orang menginginkan
peran itu, kamu malah menolaknya! Kamu lupa dengan perjuangan kamu selama ini?
Dengan jilbab, kamu tidak akan pernah bisa jadi apa-apa!”
Tapi
tekadnya sudah bulat. Cercaan itu tak menghalanginya untuk tetap berjilbab.
Bagi Oki,
kini sudah ada furqan (batasan) yang
jelas apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh.
Oki
adalah tipe wanita yang gigih dan tekun dalam menjalankan semua hal yang
menjadi tanggung jawabnya, seperti akademik dan karir. Prestasi akademik anak
pertama dari tiga bersaudara ini terbilang cemerlang. Ia kerap mendapat indeks
prestasi di atas 3,5.
KAMPUS
Siang
itu, menjelang pukul 11.30 WIB di kantin kampus yang menjadi tempat janjian, Oki
menghampiri saya. Berbalut busana serba hijau dan wajah tanpa make-up, Oki
terlihat manis dan natural. Lalu ia mengajak ke tempat lain lantaran tidak menyukai
tempat ramai. Perpustakaan pun menjadi pilihan paling tepat. Kami menuju sebuah
meja di sebuah sudut perpustakaan FIB.
“Sudut ini tempat favorit saya. Saya membaca, menulis,
mengerjakan tugas kuliah di sini. Saya tidak suka tempat ramai. Pilihan lainnya
di mushala. ”
Membaca
baginya adalah sebuah keharusan. Membaca ibarat membuka jendela dunia. Dia pun
gemar menulis.
“Menulis
saya lakukan setiap hari di buku diary.
Saya ingin berbagi sesuatu yang mungkin bermanfaat untuk orang lain, selain
pengingat bagi saya sendiri.” Papar dara yang telah menetaskan sebuah buku
berjudul Melukis Pelangi. Buku yang
belum genap setahun diluncurkan itu kini menjadi best seller dan telah tiga kali dicetak ulang.
Oki
berharap bisa terus menulis. Baginya, menulis merupakan pekerjaan yang kondusif
untuk perempuan terutama yang sudah menikah dan mempunyai anak. Karena, menjadi
penulis tidak harus keluar rumah, bisa dilakukan sambil mengurus anak, dan
tidak banyak menyita waktu.
Waktu
menunjukkan pukul 14.00 WIB pertanda Oki harus pulang ke kos yang terletak tak
jauh dari kampus. Sesampainya di sana, saya terkejut. Gambaran seorang artis
dengan citra glamor sama sekali tak terlihat.
Kamar kos
Oki berukuran sekitar 3x5 meter dengan perabot minimalis dan kondisi tidak
terlalu rapi, tipikal kebanyakan anak kos. KesIbukan Oki yang padat membuatnya
tak punya waktu merapikan kamar secara rutin. Saat itu saja, Oki sudah harus
bersiap-siap untuk syuting sinetron terbarunya.
Belum
lagi, setiap akhir pekan saat break
syuting, Oki sIbuk menjadi pembicara di berbagai kampus dan sekolah untuk sharing seputar dunia kemuslimahan dan
kemahasiswaan, juga acara bedah buku.
Di
kamar kos nan mungil itu, berbagai kisah terekam. Termasuk kisah pilu saat Oki
pertama kali mengetahui Ibunya menderita penyakit langka yang belum ada
obatnya. Di kamar itu pula ia menangis saat rindu keluarga, saat putus asa akan
impiannya menaklukkan Ibukota, dan saat dia merasakan suka cita.
Cukup
lama saya memandangi setiap detail isi kamar tersebut. Mulai dari lemari
pakaian yang dipenuhi busana gamis beragam warna dan model, lalu rak buku yang
dipenuhi ‘penghuninya’. Kemudian mata saya beralih ke ranjang yang dihiasi
bantal dan boneka, serta tak ketinggalan laptop yang setia sebagai ‘penampung’
inspirasinya.
Tak
berselang lama, Ibunda Oki, Yunifah Lismawati tiba. Ibunda Oki memang kerap
bolak-balik Batam-Depok guna menjalani perawatan medis di rumah sakit yang
letaknya tak jauh dari kos Oki. Senyum ramah dan sapaan akrab dilontarkannya
kepada semua yang ada di sana. Wajah Ibu lebih ceria dan sehat dibanding
sebelumnya, begitu pengakuan Oki.
NIKAH MUDA
Saat
ini sedang dekat dengan siapa?
Nggak
ada. Sampai sekarang saya masih sendiri. Saya masih menunggu seseorang yang
Allah pilihkan. Seseorang yang menurut saya mampu mendidik dan membimbing untuk
terus mencintai Allah.
Memang
sudah ada persiapan menikah muda?
Iya.
Sejak umur 18 tahun saya sudah mengoleksi buku tentang pernikahan dan semuanya
sudah selesai saya baca.
Pria
idaman Anda?
Seperti
yang dikatakan Rasulullah SAW, jika kamu memilih pasangan maka ada empat
syarat. Pertama yang baik agamanya, selanjutnya fisik, harta dan keturunannya.
Untuk spesifikasinya, saya membutuhkan pria yang pintar dalam arti memiliki
pemahaman agama yang baik supaya bisa membimbing saya dan keluarga. Jadi
suami saya ya guru saya dan anak-anak saya nanti karena saya suka sekali
bertanya dan selalu ingin tahu.
Pendapat
Anda tentang pacaran?
Pengenalan
diri sebelum menikah dengan pacaran, bagi saya, bukan hal utama. Sebab dalam
Islam ada yang namanya proses perkenalan atau ta’aruf. Biasanya direkomendasikan oleh orang tua atau orang yang
dikenal baik yang tahu mana yang baik buat kita. Tapi tetap harus yang saya
suka karena dalam Islam tidak ada paksaan
AKTING
Pengalaman
paling berharga dalam seni peran?
Saya
terpilih menjadi pemeran utama dalam acara pertandingan teater antar-jurusan di
kampus. Proses audisinya tak sembarangan. Meski hanya bertaraf kampus, saya ngejalanin proses audisi yang cukup panjang dan ketat.
Alhamdulillah
saya akhirnya dapat peran utama. Tapi, saya tolak karena beberapa pertimbangan.
Pertama, busana sesuai skenario mengharuskan saya memakai pakaian adat Bali itu
artinya harus melepas jilbab.
Kedua,
ada banyak dialog yang penuh kata-kata kotor dan saya tidak terbiasa dengan
itu. Ketiga, ada adegan dimana saya harus bermesraan dengan pemeran pria.
Tapi
lagi-lagi karena selembar jilbab, saya mendapat rejeki dari itu. Sang sutradara
yang juga senior di jurusan kampus, mengubah semua naskah skenario yang dibuatnya
berminggu-minggu demi mempertahankan saya sebagai pemeran utama. Kemudian di
akhir festival, diumumkan bahwa kelompok teater saya yang menjadi pemenang
utama.
Dari
sinilah, saya mendapat sebuah pelajaran berarti. Bahwa jika kita memiliki
kualitas, orang akan membutuhkan kita. Mereka akan mengejar kita dan mengikuti
apa permintaan kita. Sejak saat itu saya semakin menguatkan prinsip hidup dan
semakin sayang dengan jilbab saya.
SEPERTI INIKAH PENDERITAAN IBU?
Salah
satu momen yang tak akan pernah dilupakan Oki adalah ketika pertama kalinya ia
mengetahui penyakit yang mendera Ibundanya, Yunifah Lismawati. Ia mengabadikan
momen itu di bukunya, Melukis Pelangi.
Suatu
waktu, kerinduan Oki kepada orang tuanya terobati. Keduanya mendadak datang ke
Jakarta seolah ingin memberi kejutan. Oki pun langsung bertanya pada Ayahnya.
Kata sang Ayah, kedatangannya dari Batam khusus untuk menemani Ibu periksa di
sebuah rumah sakit di Jakarta.
Rasa
heran yang muncul dalam benak Oki membuatnya langsung mengamati atau lebih
tepat menyelidiki kondisi fisik Ibu yang menurutnya tidak menunjukkan
tanda-tanda sakit. Sampai Oki mendapati sang Ibu tidak bisa bicara karena
sariawan menyerang seluruh bagian dalam mulut dan kuku-kuku jari tangannya retak.
Ibu
terpaksa dibawa ke Jakarta karena rumah sakit di Batam tidak memiliki
laboratorium yang memadai untuk mendeteksi penyakitnya. Pemphigus Vulgaris, itu
nama penyakit Ibu. Berdasarkan informasi yang dihimpun Oki, banyak yang tidak
bisa bertahan dengan penyakit tersebut.
Setelah
hari itu, Ibu terus bolak-balik Batam-Jakarta untuk menjalani pengobatan.
Sebelumnya, sempat mendengar kabar dari adik, bahwa Ibu selalu mengobati
tubuhnya yang dipenuhi luka sendirian di rumah. Ia
mengunci pintu kamar rapat-rapat lalu mulai membersihkan dan mengompres luka-lukanya
itu. Adik-adik hanya mendengar isakan tangis Ibu dari dalam kamar. Tapi dengan
wajah ceria, Ibu keluar kamar dan mengatakan baik-baik saja.
Melihat Ibu bisa begitu tegar menghadapi cobaan tersebut,
mau tak mau Oki juga harus melakukan hal serupa agar tidak membuat Ibu bersedih.
Ya, Oki berpura-pura tegar di depan Ibu. Tak setitik pun air matanya jatuh di
depan Ibu.
Di luar dugaan, penyakit Ibu lebih hebat dari bayangan Oki.
Saking hebatnya menggerogoti tubuh Ibu,
Oki sampai tak bisa mengenali Ibunya sendiri. Banyak perubahan fisik terjadi
pada Ibu dan bisa dibilang menakutkan. Bahkan Ibu tak mampu membuka dan memakai
bajunya sendiri lantaran kulit yang melepuh menempel pada baju. Butuh waktu
sekitar 20 menit sampai akhirnya baju itu bisa terbuka.
“Seperti
inikah penderitaan Ibu selama ini ? ”
batin Oki.
Air mata tak lagi mampu dibendung, Oki pun pamit untuk
keluar sebentar. Tujuannya, ke mushala yang tak jauh dari kosnya. Disana Oki
menumpahkan seluruh air mata yang tadi selalu ditahan.
Puas menangis, Oki pun segera membasuh wajahnya agar
tidak terlihat sembab pertanda habis menangis dan segera menuju kosnya. Setiba
di sana, rasa penyesalan teramat dalam
muncul.
“Aku sangat menyesal, sisa-sisa makananku yang jatuh ke
lantai belum kusapu dengan bersih, aku tak menyangka semut-semut berdatangan,
mereka tak hanya menggigit sisa makananku tapi juga luka-luka Ibuku yang sedang
tertidur. ”
“Ya
Allah, maafkan Oki, Bu..maafkan Oki. ”
Comments