Intinya, secara blak-blakan dia mengaku belum
lama keluar dari sel (rumah penjara); dan itupun bukan untuk kali yang pertama,
karena sebelumnya dia juga pernah dikrangkeng karena kasus yang serupa. Hanya
nilai nominalnya yang tidak sama. Karena, kasus kedua jauh lebih besar
dibandingkan kasus pertama.
Dia mengisahkan perihal masa lalunya setelah
lama tidak berjumpa dengan saya. Sambil kuliah, dia katakana, penulis juga
melakukan kegiatan usaha (bisnis) yang bergerak dalam bidang pengembangan
kursus komputer dan kahirnya berbisnis dan lain. Menurutnya, usaha bisnis yang
dia jalani lumayan sukses untuk ukuran sekelas dia. Buktinya yang bersangkutan
mampu membeli mobil dan bahkan rumah yang cukup lumayan, akunya. Padahal,
jarang-jarang bahkan langka untuk ukuran kelas mahasiswa manapun dalam waktu
relative singkat sanggup membeli mobil dan rumah.
Berbarengan dengan kisah perjalanan hidupnya
beberapa tahun yang lalu, yang dia sampaikan dalam bentuk bahasa yang sangat
mudah difahami, ingatan sayapun tentang dia semakin banyak. Dan dia pun terus
berkisah tentang kehidupan yang olehnya dinyatakan sebagai tidak membumi.
Menurutnya, bahwa dirinya yang sejak kecil hidup dibesarkan dalam lingkungan
keluarga, lembaga dan masyarakat yang serba santri atau islami, bahkan kuliah
di perguruan tinggi agama dengan mengambil fakultas yang sarat dengan ilmu-ilmu
agama islam in this case fakultas syariah, kok bisa menjadi manusia yang tidak
mengenal Allah. Telinganya tuli, matanya buta, dan berhati mati. Ketika dia
mengatakan demikian, saya teringat akan firman Allah :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi
neraka Jahannam kebanyakan dari Jin dan manusia; (sebab) mereka mempunyai hati,
tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai
mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kebesaran Allah), dan
mereka juga mempunyai telinga, (tetapi) tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai. (Al-A’raf:179)
Menurut pengakuannya secara jujur, dia telah
mengecewakan banyak pihak, terutama keluarga dekat yang bersangkutan, khususnya
ibundanya tercinta. Puncak kekecawaan keluarganbya itu, tambah dia, terlihat
dari tindakan pengiklanan disebuah harian ibukota, yang mengenaskan pelepasan
tanggung jawab atas semua perbuatannya dengan pihak lain. Sungguh luar biasa,
piker dan rasa saya ketika itu. Yusuf Mansur terus menceritakan kesulitan
hidupnya yang terlilit banyak problem; dan lebih-lebih tentang kepindahannya
selama dalam kurungan. Ia merasa
tidak punya harga diri, dan tidak punya apa-apa lagi.
Tapi,
dibalik semua itu menurut pengakuannya, masih ada salah seorang kerabatnya,
(pamannya) yang masih berkenan membantu dia seraya mendekatinya di dalam bui
dan menyuruhnya bertaubat. Sungguhpun pada mulanya penuh keraguan, karena
menurutnya sudah terlalu hanyak dosa yang diperbuat, dia tetap diyakinkan
pamannya supaya ber-taubatan nashuha. Dan itu merupakan kesempatan terakhir
yang diberikan pamannya itu kepada Yusuf mansur.
Dalam
penuturannya itu, yusuf juga mengisahkan tentang bayang-bayang diri saya
(Muhammad Amin Suma) yang sesekali hadir atau bahkan sering-sering hadir dalam
ingatannya. Baik ketika di dalam sel tahanan, dan lebih-lebih setelah keluar dari rumah bui. Di antara alasannya,
kata yusuf mansur, karena dia pernah menerima materi perkuliahan tafsir
Al-Quran ketika masih duduk di bangku kuliah.
Sekeluar
dari bui, dia benar-benar ingin bertaubat dan membuka lembaran hidup baru yang
penuh dengan karya yang ingin dia persembahkan untuk mengobati kekecawaan
keluarganya terutama ibunya. Untuk itu, menurut pernyataannya, dia mencoba
menulis beberapa buku yang berisikan perihal pengalaman perjalaan hidupnya
terutama setelah jauh dari tuntutan agama. Dan kini, yang bersangkutan selalu
‘berkonsultasi’ dengan Al Quran dalam melakukan segala sesuatu yang benar-benar
dianggap perlu dipertimbangkan. Misalnya, ketika hendak menyelesaikan
kasus-kasus piutang atau perdata lainnya, bahkan juga ketika dia hendak
melangsungkan akad nikanya beberapa bulan yang lalu.
Menurut
pengakuannya, sejak dia dibebaskan dari terali besi, berbagai tindakan ‘seakan-akan benar-benar dituntun Allah Swt’,
melalui wahyu-Nya, Al-Quran. Di antara contohnya dia mengilustrasikan, ketika
membuka Al-Quran ternyata yang tampak adalah ayat pertama dari surat At Taubat.
Dalam ayat itu terdapat kata bara’ah yang artinya pembebasan, sungguhpun dalam
konteks sejarah yang berlainan dengan yang dia alami. Keadaan demikian terus
berlanjut hingga hari-hari berikutnya, yang menyebabkan dia semaking semangat
untuk melakukan taubatan nasuhan yang disarankan pamannya di atas.
Pendek
cerita, yusuf mansur pun terus menjalankan tradisinya membuka dan memahami Al
Quran usai melakukan shalat tanpda menyebutkan jenis shalat yang dilakukannya,
guna mencari petunjuk perihal benar-salah atau tepat tidaknya tindakan yang
akan dia ambil. Sampai-sampai akunya hendak berpergianpun jika perlu dia
membuka Al Quran terlebih dahulu.
Comments