Cinta dan Waktu

Cinta dan Waktu

Alkisah, di suatu pulau kecil, tinggallah benda-benda abstrak seperti cinta, kesedihan, kekayaan, kebahagiaan, dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik.

Suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu. Dan air laut tiba-tiba naik, akan segera menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat menyelamatkan diri.

Cinta sangat kebingungan, sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai untuk mencari pertolongan. Sementara itu, air semakin naik dan mulai membasahi kaki Cinta.

Tak lama kemudian, Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku… !” teriak Cinta.

“Aduh, maaf, Cinta. Perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tidak dapat membawamu serta. Nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula, tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.”

Lalu, Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi. Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya. Kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan, tolong aku!” teriak Cinta. Namun, Kegembiraan terlalu bergembira menemukan perahu, sehingga ia tidak mendengar teriakan Cinta.

Air makin tinggi membasahi sampai ke pinggang, dan Cinta pun mulai panik. Tak lama kemudian, lewatlah Kecantikan. “Kecantikan, bawalah aku bersamamu…,” teriak Cinta.

“Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku ini, “ sahut Kecantikan.

Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itulah lewat Kesedihan. “Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu …, “kata Cinta.

“Maaf, Cinta. Aku sedang sedih, dan aku ingin sendirian saja…,” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya. Cinta sudah mulai putus asa, ia melihat air semakin naik dan akan segera menenggelamkannya.

Pada saat krisis itulah terdengar suara, “Cinta, mari segera naik perahuku.” Cinta menoleh kea rah suara itu dan melihat seorang tua dengan pereahunya. Cepat-cepat ia naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya.
Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi. Pada saat itulah, Cinta baru sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang telah menyelematkannya itu. Cinta segera menanyakan tentang orang tua itu kepada penduduk di pulau. Siapa sebenarnya orang tua itu?

“Oh, orang tua itu tadi? Dia adalah Waktu, “ kata orang-orang tersebut.

“Tapi mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan, teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku, “Tanya Cinta heran.

“Sebab, hanya waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari cinta itu.. “

Sebagai manusia, makhluk paling mulia, kita patut bersyukur dianugerahi rasa cinta. Dengan cinta manusia bisa memancarkan gairahnya dalam segala hal. Cinta adalah fitrah, suci. Hanya saja kita terkadang yang menodainya dengan perilaku kita yang negative. Allah fitrahkan cinta menjadi bagian integral pada penciptaan manusia. Dia adalah rasa yang memancar dari mata air naluri-nalurinya.

Reference by Anak Kecil yang Mengubah Dunia, M. Iqbal Dawami. 2010. Buku Biru. Hlm 83.

Comments